Memang, segala sesuatu harus berimbang, tidak terlalu berlebihan
namun tidak pula terlalu meremehkan. Itulah sikap para salafush shaleh dalam
beramal maupun bertindak. Rasa cinta, kasih sayang, dan kelembutan mereka
terhadap sang buah hati, namun tetap disertai dengan adab, ketegasan, keadilan,
dan sikap objektif.
Kita memperoleh teladan tentang bagaimana etika berkasih sayang
yang benar antara orang tua dan anak dari sang ayah terbaik sepanjang
masa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setiap kali
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkunjung, Fatimah
selalu menyambut, mencium, dan mengantarkannya ke tempat duduk. Begitu pula
yang dilakukan Rasulullah terhadap anaknya.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Sekalipun cinta dan kasih sayang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam begitu besar terhadap Fatimah, hal itu tidak
menghalangi sikap tegas Rasulullah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Demi Allah! Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, tentu Muhammad akan
memotong tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Umar dari Abu
Salamah, ia berkata, “Ketika masih kecil, aku pernah ditegur Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada saat itu, aku hendak mengambil hidangan.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Hai nak, bacalah Basmallah. Makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah apa yang ada didekatmu.’”
Perhatikanlah pula sikap kasih sayang yang disertai sikap adil
Amirul Mukminin Umar bin Khattab terhadap anaknya. Kecintaan Umar bin Khattab
terhadap anak-anaknya, tidak serta merta menutup matanya dari kesalahan yang
dilakukan anak-anaknya. Dalam suatu kisah, Umar bin Khattab pernah mencambuk
salah seorang anaknya karena terbukti telah minum khamr.
Membela Anak karena Kebenaran
Orang tua yang membela anaknya merupakan fitrah. Syari’at pun
menegaskan hal itu selama tidak keluar dari jalur kebenaran dan kebaikan. Jika
anak Anda dizhalimi, maka Anda harus menolongnya sebatas perlakuan zhalim yang
diterima anak Anda. Mari kita cermati kisah pembelaan ayah terbaik sepanjang
masa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap
Fatimah.
Ketika Fatimah bin Muhammad akan dimadu dengan salah seorang putri ABU
JAHAL, musuh Allah Ta’ala oleh Ali bin Abi Thalib, Fatimah
tidak bisa menerima perbuatan tersebut. Rasulullah pun tidak terima. Oleh
karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membela
putrinya dengan mencegah perbuatan Ali tersebut. Ali diperbolehkan menikahi
putri Abu Jahal jika ia menceraikan Fatimah. Bagaimana mungkin putri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dapat disandingkan dengan putri Abu Jahal? Putri Abu
Jahal bisa dimanfaatkan ayahnya untuk mempengaruhi Fatimah, hingga akhirnya ia
bisa menjadi pembangkang terhadap ayahnya, Rasulullah. Oleh karena itu,
Rasulullah melarang perbuatan Ali.
Dalam kitab Shahihain, Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan hadits dari Musawwar bin Makhramah, ia berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah
di atas mimbar, ‘Sesungguhnya Bani Hasyim ibnu Mughirah meminta izin untuk
menikahkan putri mereka (putri Abu Jahal) dengan Ali bin Abi Thalib. Tapi aku
tidak memberi izin! Aku tidak memberi izin! Aku tidak memberi izin! Kecuali
jika Abu Thalib mau menceraikan putriku, dan (ia boleh) menikahi putri mereka.
Karena dia (Fatimah) adalah bagianku. Sesuatu yang dikhawatirkannya juga
membuatku khawatir. Dan sesuatu yang menyakitkannya juga membuatku sakit.’”
Cinta terhadap anak merupakan fitrah. Namun jangan sampai cinta
terhadap anak menghalangi orang tua menegakkan hukum Allah. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak
kalian adalah musuh bagi kalian, maka waspadalah terhadap mereka.” (QS. At-Taghabun:
14).
Sumber:
Fikih Pendidikan Anak, Musthafa Al-‘Adawy:
Qisthi Press
No comments:
Post a Comment