Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.
Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada
mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam
putus asa. (QS. Al-An’am: 44)
Ayat ini dijelaskan oleh Prof. Wahbah Az-Zuhaily, ketika
mereka berpaling dan melupakan apa yang telah diperingatkan oleh nabi-nabi
mereka, baik ancaman maupun kabar gembira, dan mereka terus-menerus berada
dalam kekufuran dan kedurhakaan kepada Allah, maka Allah akan bukakan untuk
mereka pintu-pintu rezeki, kesejahteraan dalam hidup, kesehatan dan rasa aman
sesuai yang mereka inginkan. Inilah yang disebut dengan istidraj. Di saat
mereka bersenang-senang dengan apa yang diberikan kepada mereka, mulai dari
bersenang-senang dengan harta benda, anak-anak dan rezeki yang melimpah, maka
secara tiba-tiba Allah pun menurunkan siksa. Itu membuat mereka merasa putus
asa dari mendapatkan keselamatan dan dari hal-hal kebaikan lainnya.
Dari penjelasan ayat di atas, kita bisa memahami bahwa tidak
selamanya nikmat itu bukti kecintaan Allah kepada kita, tapi kadang merupakan
istidraj. Lalu, apa itu istidraj?
Ketika seseorang selalu mendapatkan nikmat dari Allah,
padahal dia suka melakukan maksiat, itulah istidraj. Dari luar seakan-akan
mendapatkan nikmat, padahal itu sebenarnya merupakan hukuman dari Allah atas
kemaksiatannya hingga jika telah tiba waktunya, giliran murka Allah yang akan
dia terima.
Karena itu, cukuplah ayat ini sebagai bahan introspeksi,
apakah nikmat yang selama ini kita dapatkan murni sebuah nikmat ataukah
istidraj dari Allah. Kalau nikmat itu disertai dengan amalan-amalan baik,
mungkin itu nikmat itu murni sebuah nikmat. Tapi jika nikmat itu disertai
dengan seringnya berbuat maksiat kepada Allah, maka bisa jadi itu istidraj.
Sering kita mengeluh kepada Allah atas nasib kita di dunia
ini. Nikmat yang diberikan kepada kita serasa masih kurang, padahal kita telah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan orang
yang selalu berada dalam kemaksiatan justru mendapatkan nikmat yang lebih besar
daripada kita. Dalam kondisi seperti ini jika kita melihat dari segi luar saja,
mungkin kita akan beranggapan bahwa Allah itu tidak adil. Tapi jika kita mau
melihat lebih dalam lagi, kita akan memahami bahwa itu merupakan istidraj dari
Allah untuk mereka yang selalu berada dalam kemaksiatan.
Adapun orang-orang yang bertakwa kepada Allah tapi masih
saja berada dalam kondisi kekurangan, itu merupakan bentuk ujian dari Allah.
Yang ujian tersebut berfungsi untuk meninggikan derajat bagi orang-orang yang
berhasil melewatinya.
Perlu kita pahami juga bahwa bentuk kecintaan Allah kepada
kita tidaklah diukur dari besar kecilnya nikmat harta yang diberikan. Melainkan
harus kita lihat dari nikmat hidayah yang diberikan Allah kepada kita, yaitu
hidayah untuk mau melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Karena jika kecintaan Allah itu kita ukur dari segi materi semata, maka
rusaklah agama ini. Kita semua akan berlomba-lomba mencari harta yang sifatnya
duniawi dan melupakan ibadah kita kepada Allah.
Dari uraian di atas, cobalah kita renungkan tentang apa yang
terjadi di sekitar kita. Banyak sekali orang yang diberikan nikmat kedudukan
atau jabatan, tapi itu merupakan istidraj dari Allah.
Kita melihat para koruptor yang kesemuanya orang-orang yang
memiliki harta dan kedudukan. Tapi meskipun demikian, mereka tetap mencuri
harta rakyat dengan wasilah kedudukannya tersebut. Dari sini mungkin bisa
kategorikan bahwa itu merupakan istidraj dari Allah.
Allah sengaja biarkan dia tetap dalam jabatannya itu agar
dia terus-menerus dalam kemaksiatannya. Jika dia sudah terlena dengan
kesenangannya itu maka secara tiba-tiba akan datang hukuman dari Allah.
Terkadang juga kita jumpai sekelompok orang yang tidak
menyukai Islam, tapi mereka dapat kemudahan jalan untuk memusuhi Islam, baik
kemudahan dalam menyebarkan fitnah maupun kemudahan dalam menguasai
kepemimpinan. Ini juga merupakan istidraj dari Allah sebagai bentuk kemurkaan
Allah terhadap mereka yang selalu memusuhi Islam. Tapi sebanyak apapun juga
musuh, Islam pada akhirnya akan bertahan.
Inilah yang perlu kita pahami agar bisa membedakan antara
nikmat dengan istidraj.
Sumber:
Sabili Edisi 4 Tahun 01 November 2014 Hal. 8-9
No comments:
Post a Comment