Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya.
Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin
Allah.”
Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan pula obatnya.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Ziyad
bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik, diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Suatu
saat aku sedang berada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
tiba-tiba datanglah beberapa lelaki badui.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah,
apakah kami boleh berobat?’ Beliau menjawab, ‘Betul hai para hamba Allah,
berobatlah! Karena setiap Allah menciptakan penyakit, pasti Allah menciptakan
pula obatnya, kecuali satu penyakit saja.’ Mereka bertanya, ‘Penyakit apa itu
wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Lanjut usia.’”
Dalam Musnad dan As-Sunan, diriwayatkan dari Abu Khuzamah, ia
menceritakan, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau membolehkan kami
melakukan ruqyah atau melakukan pengobatan dengan suatu obat? Apakah itu dapat
menolak takdir Allah?’ Beliau menjawab, ‘Justru itu semua adalah takdir
Allah.’”
Hadits-hadits di atas mengandung pengabsahan terhadap adanya
sebab musabab seseorang untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya, sekaligus
sanggahan bagi orang yang menolak untuk berobat dengan beralasan pada takdir.
Ungkapan ‘setiap penyakit pasti ada obatnya’ memiliki arti umum,
yaitu meliputi penyakit yang mematikan atau penyakit yang belum bisa
disembuhkan oleh dokter yang disebabkan belum ditemukan ramuan obatnya. Allah
sudah pasti menurunkan obat bagi setiap penyakit, namun manusia belum mampu
mengungkap dan menemukan obat yang mujarab untuk setiap penyakit. Oleh sebab
itu, Rasulullah mengaitkan kesembuhan suatu penyakit dengan kesesuaian obat.
Bila obat yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan penyakitnya, maka tidak
akan terjadi proses penyembuhan. Justru jika jenis dan dosis obat tidak sesuai
dengan penyakit, maka kemungkinan terburuk adalah memunculkan penyakit baru.
Perintah untuk melakukan pengobatan tidaklah bertentangan dengan
tawakal. Seperti halnya tidak bertentangan menolak lapar dengan makan atau
menghilangkan haus dengan minum. Sempurnanya hakikat tauhid justru dikarenakan
adanya upaya melakukan sebab musabab sesuai tuntutan takdir dan syariat-Nya.
Penyakit hati tidak berbeda dengan penyakit badan. Setiap
penyakit hati pasti ada pula penawarnya. Jika seseorang telah menemukan obatnya
dengan tepat, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin-Nya.
Sumber:
Metode Pengobatan Nabi karya Ibnul Qayyim, Griya Ilmu: Jakarta
No comments:
Post a Comment