Pages

Perjalanan Hidup Al Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib

Monday, December 14, 2015

Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Abu Muhammad, cucu Rasulullah dan khalifah terakhir sebagaimana diucapkan Rasulullah.

Saa’ad meriwayatkan dari Imran bin Sulaiman, ia berkata, “Al-Hasan dan Al-Husein adalah dua nama dari nama-nama penghuni surga. Tidak ada seorang Arab pun yang memakai nama itu di zaman jahiliyah.”

Al-Hasan dilahirkan pada pertengahan Ramadhan tahun ketiga Hijriah. Dia sangat mirip dengan Rasulullah. Nama Al-Hasan diberikan oleh Rasulullah, lalu diakikah dan dipotong rambutnya pada hari ketujuh dari hari kelahirannya.


Al-Mufadhal berkata, “Allah menyembunyikan nama Al-Hasan dan Al-Husein hingga Rasulullah menamai kedua cucunya dengan dua nama tersebut.”

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Al-Bara’, ia berkata, “Saya melihar Rasulullah meletakkan Al-Hasan bin Ali di atas pundaknya, seraya berkata, ‘Ya Allah, saya mencintainya, maka cintailah dia.’”

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Bakrah, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah berada di atas mimbar dan Al-Hasan sedang berada disampingnya. Kadang beliau melihat kepada yang hadir, dan terkadang melihat kepada Al-Hasan, kemudian bersabda, ‘Sesungguhnya anakku ini (Al-Hasan) adalah sayyid (tuan). Semoga Allah akan mendamaikan dengan perantaraannya dua kelompok muslim yang bertikai.’”

Imam At-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Al-Hasan dan Al-Husein adalah penghulu pemuda penduduk surga.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini adalah dua cucuku dari anak putriku. Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah mereka dan cintailah orang-orang yang mencintainya.” (HR. At-Tirmidzi)

Al-Hasan memiliki karakter yang sangat terpuji, ia adalah seorang sayyid (tuan), penyabar, tenang, dermawan, tidak menyukai pertengkaran, dan membenci pertumpahan darah. Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan bawah Al-Hasan telah menunaikan haji sebanyak dua puluh lima kali dengan berjalan kaki.

Ketika Marwan menjadi gubernur, ia seringkali mencaci Ali bin Abi Thalib dalam setiap khutbahnya, sedangkan Al-Hasan selalu mendengar khotbah yang disampaikan oleh Marwan. Namun Al-Hasan tidak pernah menuntut balas atas sikap dan perkataan Marwan.

Zuraiq bin Siwar berkata, “Pernah terjadi satu perselisihan antara Al-Hasan dengan Marwan. Kemudian Marwan menemui Al-Hasan. Marwan mencaci maki Al-Hasan dengan perkataan yang teramat kasar, namun Al-Hasan hanya terdiam.”

Kekhalifahan Al-Hasan

Al-Hasan menjabat sebagai khalifah setelah ayahnya terbunuh. Dia dibaiat oleh orang-orang Kufah. Al-Hasan tinggal di Kufah selama enam bulan. Kemudian datanglah Muawiyah menemuinya. Al-Hasan mengirim utusan dan menyerahkan semua kekhalifahan kepada Muawiyah. Al-Hasan bersedia menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah dengan mengajukan syarat agar ia (Muawiyah) tidak menuntut apapun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak atas apa yang terjadi pada masa pemerintahan Ali, serta meminta ia melunasi hutang-hutangnya.

Muawiyah menyetujui persyaratan yang diajukan oleh Al-Hasan. Lalu keduanya melakukan perdamaian. Saat itulah tampak mukjizat kenabian Rasulullah saat beliau bersabda, “Dia (Al-Hasan) akan mendamaikan dua golongan kaum muslim yang bertikai.”

Al-Hasan mengundurkan diri dari jabatan khalifah pada Rabiul Awal tahun 41 Hijriah. Kemudian Al-Hasan meninggalkan Kufah menuju Madinah dan menetap disana.

Al-Hasan pernah berkata, “Sesungguhnya seluruh orang Arab telah berada di bawah telapak tanganku. Mereka akan memerangi siapapun yang aku perangi. Mereka juga akan berdamai dengan siapapun yang berdamai denganku. Namun aku biarkan mereka demi mencari keridhaan Allah. Aku hanya ingin mencegah pertumpahan darah di antara sesama umat Muhammad.”

Wafatnya

Al-Hasan wafat di Madinah karena diracun. Orang yang meracuninya adalah istrinya sendiri, Ja’dah binti Al-Asy’ats bin Qais. Yazid bin Muawiyah menyuruhnya untuk meracuni Al-Hasan dengan iming-iming akan menikahinya. Setelah Al-Hasan wafat, Ja’dah mengirim utusan kepada Yazid untuk menagih janjinya. Namun justru Yazid mengingkari janjinya sendiri.

Sebelum wafat, Al-Hasan berkata pada Al-Husein, “Sesungguhnya aku telah meminta kepada ummul mukminin, Aisyah, agar aku bisa dikuburkan bersama Rasulullah. Dia pun menyanggupi permintaanku, maka jika aku meninggal, sampaikan kembali permintaanku itu padanya. Aku kira akan ada orang-orang yang berusaha mencegah apa yang kamu lakukan. Jika mereka mencegahnya, maka janganlah kamu melakukan perlawanan.”

Saat Al-Hasan meninggal, Al-Husein menyampaikan wasiat dari saudaranya itu kepada Aisyah. Aisyah mengizinkannya. Namun Marwan melarangnya. Al-Husen dan pengikutnya memutuskan untuk angkat senjata. Namun Abu Hurairah menenangkan Al-Husen dan mengajaknya pulang. Akhirnya Al-Hasan dikuburkan di pemakaman Baqi’ disamping makam ibunya.

Al-Hasan wafat pada tahun 49 Hijriah. Dalam riwayat yang lain, ia wafat tanggal 5 Rabiul Awal tahun 50 Hijriah. Ada pula yang berpendapat bahwa Al-Hasan wafat tahun 51 Hijriah.

Sumber:
Tarikh Khulafa’ karya Imam As-Suyuti




Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License