Pages

Konsep Keimanan Pada Takdir

Monday, December 14, 2015

Qadha’ menurut bahasa memiliki beberapa makna yang berbeda.
a. Hukum, hakama artinya qodhoo-ayaqdhiqodho; menghukumi, memutuskan.
b. Perintah
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (QS. Al-Isra: 23)
c. Kabar
Artinya: “Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” (QS. Al-Hijr: 66)

Sedangkan yang dimaksud disini adalah makna yang pertama. Adapun qadar, maksudnya yaitu takdir, menentukan atau membatasi ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di Lauhul Mahfuzh.

Qadha adalah hukum Allah Ta’ala yang telah ditentukan-Nya untuk alam semesta ini. Dia menjalankan alam ini sesuai dengan konsekuensi hukum-Nya dari sunnah-sunnah yang Dia kaitkan dengan hubungan sebab-akibat, berlaku sejak Dia menghendakinya hingga selama-lamanya. Oleh sebab itu, peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini bersumber dari takdir yang mendahuluinya. Hal itu sesuai dengan takdir yang telah diatur oleh Allah Ta’ala. Segala sesuatu yang terjadi berarti telah ditakdirkan-Nya, sedangkan yang belum terjadi berarti belum ditentukan-Nya. Apapun yang bukan bagianmu, maka tidak akan engkau peroleh, sedangkan apapun yang menjadi bagianmu, maka tidak akan lepas darimu.


-          Beriman Kepada Qadha dan Qadar-Nya

Beriman pada qadha dan qadar Allah Ta’ala merupakan rukun iman keenam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, Hari Akhir, dan engkau beriman kepada Qadar-Nya yang baik maupun yang buruk.” (HR. Bukhari I/19, Muslim I/37)

Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.  (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 22-23)

Ayat di atas membuktikan bahwa segala yang terjadi pada alam semesta dan jiwa manusia−baik atau buruk− semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala, serta tertulis sebelum terciptanya makhluk.

-          Tingkatan Beriman Kepada Takdir

Pertama: Beriman pada ilmu Allah Ta’ala bahwa Dia mengetahui segala sesuatu. Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya yang terkecil sekalipun, bahkan mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum Dia menciptakannya. Allah Ta’ala juga mengetahui kondisi makhluk-makhluk-Nya, perbuatan yang akan mereka lakukan, dan rahasia-rahasia yang mereka sembunyikan.

Artinya: “...dan sesungguhnya Allah,  ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya mengenai anak-anak orang musyrik, maka beliau menjawab, “Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika Dia menciptakan mereka.” (HR. Bukhari VIII/153, Muslim IV/2049)

Kedua: Mengimani bahwa Allah Ta’ala menulis dan mencatat takdir makhluk-Nya di Lauhul Mahfuz, serta tiada satu pun yang terlupakan.
Artinya: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah al-qalam (pena). Kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang hamba tulis?’ Dia berkata, ‘Maka dia pun menulis apa yang ada dan apa yang bakal ada sampai hari kiamat.’” (HR. Ahmad V/37, lihat Kitab Syari’ah karya Al-Jurri, hal. 77, 178, 186, 187)

Ketiga: Beriman pada masyi’ah (kehendak) Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apapun yang dikehendaki-Nya pasti terjadi karena kuasa-Nya, sedangkan yang tidak terjadi bukan karena ketidakmampuan-Nya, namun karena Dia tidak menghendakinya.

Artinya: “Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Fathir: 44)

Artinya: “Sesungguhnya perintah Allah apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

Keempat: Mengimani bahwa Allah Ta’ala adalah pencipta segala sesuatu, tiada pencipta selain-Nya.
Artinya: “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)

Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)

-          Macam-Macam Takdir

Terdapat empat macam takdir yang keseluruhannya termasuk kandungan dari tulisan takdir umum dan semuanya kembali pada ilmu Allah Ta’ala yang mutlak serta mencakup segala sesuatu.

Takdir pertama, yaitu takdir umum (takdir azali), meliputi segala hal dalam lima puluh ribu tahun sebelum terciptanya langit dan bumi, saat Allah Ta’ala menciptakan al-qalam dan memerintahkannya untuk menulis segala kejadian yang ada hingga hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah telah menulis takdir segala makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Beliau bersabda, ‘Dan Arsy-Nya berada di atas air.’” (HR. Muslim IV/2044)

Takdir kedua, yaitu takdir ‘umuri, merupakan takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya, ketika pembentukan sperma sampai masa sesudah itu, serta bersifat umum meliputi, rezeki, perbuatan, kebahagiaan, dan kesengsaraan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam“Sesungguhnya salah seorang dari kamu dikumpulkan di perut ibunya selama 40 hari, kemudian berbentuk ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu (lamanya), kemudian menjadi mudhghah (embrio/segumpal daging) seperti itu (lamanya). Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintah (menulis) empat perkara: rezekinya, ajalnya, sengsara, atau bahagia. Demi Allah, sesungguhnya seorang dari kamu atau seorang laki-laki akan beramal seperti amalnya ahli neraka sampai tidak ada jarak antara dia dengan neraka melainkan satu depa atau satu hasta. Ternyata catatan takdir telah mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalan amalnya ahli surga, maka ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang laki-laki akan beramal seperti amalnya ahli surga sampai tidak ada jarak antara dia dengan surga melainkan satu depa atau satu hasta. Ternyata tulisan takdir telah mendahuluinya, sehingga ia mengamalkan amalnya ahli neraka, maka ia pun memasukinya.” (HR. Bukhari VIII/152, Muslim IV/36)

Takdir ketigatakdir sanawi (tahunan), yaitu takdir yang dicatat pada malam lailatul qadar setiap tahun. Allah Ta’ala berfirman
Artinya: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,  (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad-Dukhan: 4-5)
Para mufassir menjelaskan bahwa pada malam itu ditulislah segala hal yang akan terjadi dalam satu tahun, mulai dari kebaikan, keburukan, rezeki, ajal, dan lainnya.

Takdir keempat, yaitu takdir yaumi (harian), takdir ini dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam satu hari, mulai dari penciptaan, rezeki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, atau menghilangkan kesulitan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
Artinya: “Setiap waktu dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman: 29)

-          Berdalih Dengan Qadha’ dan Qadar Untuk Melakukan Kemaksiatan

Sebagian orang ketika dirinya meninggalkan perintah Allah Ta’ala atau melanggar larangan-Nya, beralasan bahwa hal itu telah ditakdirkan Allah Ta’ala. Mereka berpendapat seperti itu untuk menghibur dan menenangkan hatinya. Tentu pendapat tersebut merupakan kesalahan besar dalam memahami permasalahan qadha dan qadar.

Artinya: “...agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud: 7)
Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk diuji agar berbuat baik. Ujian ini sesuai kemampuannya untuk melakukan atau tidak setelah mengetahuinya.

-          Berdalih Dengan Takdir Ketika Tertimpa Musibah

Berdalih dengan takdir atas musibah yang dialami merupakan perkara yang dibolehkan. Segala musibah yang telah ditakdirkan kepada manusia harus diterima dengan sikap ridha. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Adam dan Musa ‘alaihissalam berbantah-bantahan. Musa ‘alaihissalam berkata, ‘Wahai Adam, Anda adalah bapak kami. Anda telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga.’ Maka Adam berkata kepadanya, ‘Engkau Musa ‘alaihissalam, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya dan menuliskan untukmu dengan tangan-Nya. Apakah engkau mencelaku berdasarkan suatu perkara yang telah ditakdirkan Allah menimpaku sebelum aku diciptakan empat puluh tahun?’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Maka Adam telah membantah Musa, Adam telah membantah Musa.’” (HR Muslim IV/2042-2043)

Adam ‘alaihissalam menggunakan argumen takdir atas musibah yang menimpanya, yaitu keluar dari surga. Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa Adam dan anak keturunannya akan hidup di dunia.
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS. Al-Baqarah: 30)

Daftar Pustaka
Tim Ahli Tauhid. 2005, Kitab Tauhid 2. Jakarta: Darul Haq
Al-Atsari, Abdullah bin Abdul Hamid. 2007. Intisari ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim. 2007. Ensiklopedia Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus Sunnah Press



Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License