Menurut bahasa, iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut
istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan anggota badan.
Maksud membenarkan dalam hati yaitu menerima segala ajaran yang
dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mengikrarkan dengan
lisan maksudnya mengucap dua kalimat syahadat “laa ilaaha illallahu wa
anna muhammadan Rasulullah”. Kemudian yang dimaksud dengan mengamalkan
dengan anggota badan adalah hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedangkan
anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan
fungsinya.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Para salaf menjadikan amal termasuk dalam
pengertian iman. Dengan demikian iman bisa bertambah dan berkurang seiring
dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat)
yang mulia.” (QS. Al-Anfal: 2-4)
Ayat diatas menetapkan bahwa iman dapat bertambah dengan
mendengarkan ayat-ayat Allah, yaitu mereka yang bila disebut nama Allah
tergeraklah rasa takutnya sehingga mendorong mereka untuk menjalankan perintah
dan menjauhi larangan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang bertawakal kepada
Allah, tidak mengharap selain-Nya, dan selalu mengadukan hajat-Nya hanya
kepada-Nya.
Beriman Kepada Allah
Beriman kepada Allah Ta’ala berarti meyakini
bahwa Allah adalah wahid (satu), ahad (esa), fard (sendiri),
dan shamad (tempat bergantung). Dia adalah pencipta dan
pemiliki segala sesuatu, tiada sekutu dalam kerajaan-Nya. Allah adalah Al-Khaliq (yang
menciptakan), Ar-Raziq (Pemberi rezeki), Al-Mu’thi (Pemberi
anugerah), Al-Muhyi (yang menghidupkan), Al-Mumit (yang
mematikan), dan yang mengatur segala urusan makhluk-Nya.
Hanya Dia yang berhak disembah dalam segala bentuk ibadah,
seperti khudhu’ (tunduk), khusyu’, khasyyah (takut), inabah (taubat), qashd (niat), thalab (memohon),
doa, menyembelih, nadzar, dan sebagainya.
Termasuk beriman kepada Allah Ta’ala adalah
beriman dengan segala yang dikabarkan-Nya di dalam Al-Qur’an atau apapun yang
disampaikan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam tentang asma’ dan
sifat-sifat-Nya. Dia tidak sama dengan makhluk-Nya, bagi-Nya kesempurnaan
mutlak dalam segala hal tanpa menetapkan tamtsil (penyerupaan),
serta menyucikan-Nya tanpa ta’thil (menghilangkan maknanya).
Daftar Pustaka
Tim Ahli Tauhid. 2005, Kitab Tauhid 2. Jakarta:
Darul Haq
Al-Atsari, Abdullah bin Abdul Hamid. 2007. Intisari
‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim. 2007. Ensiklopedia
Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus Sunnah Press
No comments:
Post a Comment