Pages

Emansipasi Wanita

Monday, December 14, 2015

Fakta sejarah mengatakan bahwa kaum wanita belum pernah mendapatkan penghormatan dan kemuliaan seperti yang mereka dapatkan dari ajaran Islam. Kaum wanita selalu diperlakukan secara hina sebelum kedatangan Islam. Oleh karenanya, Islam datang membawa aturan, memberikan hak asasi bagi kaum wanita yang belum pernah diberikan sebelumnya oleh ajaran-ajaran terdahulu. Islam juga datang dengan memuliakan wanita, serta meninggikan kedudukan mereka.

Dalam kebudayaan Yunani Kuno, salah satu negara yang dianggap maju kebudayaannya, wanita diperlakukan dengan semana-mena. Mereka tidak memiliki kedudukan apapun selain sebagai pemuas hawa nafsu. Bahkan aristoteles pernah mengutuk bangsa Asbarata karena mereka terlalu banyak memberikan kemudahan kepada wanita dan memberikan mereka hak-hak yang berlebihan. 


Kemudahan yang dimaksud Aristoteles adalah hak kaum wanita Asbarata untuk memiliki banyak suami. Walaupun demikian, kedudukan wanita bangsa Asbarata tetaplah dianggap sebagai kaum yang hina. Bahkan dalam undang-undang bangsa Asbarata, kaum laki-laki dibolehkan menikahi wanita dalam jumlah yang tak terbatas. Mereka bangga dengan banyaknya wanita yang dimilikinya, serta mengelompokkan mereka dalam tiga derajat. Ketiga derajat itu adalah istri sah, istri setengah sah, dan derajat yang terakhir adalah wanita yang dijadikan sebagai pemuas nafsu belaka.Kaum wanita pada masa banga Romawi pun sama buruk nasibnya. Kesucian suatu pernikahan tidaklah dianggap penting oleh bangsa Romawi, karena perkawinan dianggap bukan sebagai suatu yang penting dan sakral. Bahkan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan diakui oleh pemerintah.

Nasib buruk wanita di Barat, ternyata tidak jauh berbeda dengan nasib mereka di negara-negara Timur. Poligini tanpa batas pun dilegalkan pada masyarakat kebudayaan Hindu, Babilonia, maupun Persia. Di India, hak asasi kaum wanita tidaklah diakui, bahkan hak untuk hidup. Bila seorang istri ditinggal mati oleh suaminya, maka ia harus rela dibakar hidup-hidup bersama suaminya. Ia juga harus memasukkan dirinya ke dalam api yang membakar jasad suaminya.

Dalam masyarakat Persia, kedudukan wanita tak jauh berbeda dengan kedudukan seorang budak. Selama hidupnya, mereka selalu terkurung dalam rumah suaminya. Mereka baru bisa keluar rumah jika mereka akan diperjualbelikan di pasar. Bangsa Persia memberikan kebebasan mutlak kepada laki-laki untuk menikahi siapa saja wanita yang ia sukai, baik itu ibunya, saudara wanitanya, bibinya, atau anak perempuan saudara kandungnya. Kemalangan mereka pun semakin lengkap sebab mereka akan diusir dari rumah jika mereka mengalami menstruasi. Mereka hidup di tenda-tenda yang disebut dakhimi, terletak di pinggiran kota, serta mereka dilarang bergaul dengan masyarakat. Mereka baru boleh kembali ke rumah, jika masa menstruasi mereka telah habis.

Pada masa awal keruntuhan Rumania- negara yang diatur dengan perundang-undangan Masehi, keadaan masyarakat diliputi kecenderungan pada pola hidup seks bebas dan bermewah-mewahan. Pada situasi masyarakat yang kacau seperti itu, muncul suatu paham kezuhudan yang membenci keturunan, karena jasad dan keturunan dianggap najis. Mereka mengutuk wanita, sehingga ada anggapan bahwa menjauhi wanita merupakan suatu amal kebaikan.

Hakikat kaum wanita pernah digugat pada suatu konferensi yang diadakan oleh kaum Lahutiyyin pada abad kelima Masehi. Mereka beranggapan bahwa wanita adalah jasad dan ruh yang mengajak pada kebinasaan serta menjauhkan manusia dari keselamatan.

Pada kebudayaan masyarakat Jahiliyah, kaum wanita berada pada puncak perlakuan yang paling hina. Kaum wanita diperlakukan dengan semena-mena, kecuali kaum wanita dari kabilah atau suku-suku yang terpandang. Karena dianggap demikian hinanya, maka masyarakat Arab Jahiliyah tidaklah segan-segan mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup. Pada sebagian kabilah Arab, jika seorang ayah meninggal, maka seluruh harta kekayaannya, termasuk budak serta mantan istrinya menjadi warisan bagi anak laki-lakinya.

Emansipasi Wanita

Emansipasi wanita dibangun atas dua landasan teori pokok, yaitu, menuntut kebebasan wanita, serta memperjuangkan persamaan antara laki-laki dan perempuan (persamaan gender). Kedua konsep tersebut berasal dari Barat. Propaganda emansipasi wanita dibawah naungan dua teori, yaitu kebebasan wanita dan persamaan gender tersebut pertama kali muncul pada masa Revolusi Prancis abad ke-XVIII. Pergerakan emansipasi ini muncul sebagai reaksi atas sikap para pendeta yang menilai wanita sebagai sumber keburukan dan dosa. Sikap para pendeta tersebut menimbulkan pergolakan yang sangat besar, sehingga masyarakat kemudian melakukan aksi penolakan terhadap doktrin gereja dan pendeta. Pada masa itu, merupakan masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum, kaum wanita merasa dirugikan dalam semua bidang, serta dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat patriarki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik, hak-hak kaum wanita biasanya memang berada pada kedudukan yang inferior.

Dari latar belakang demikianlah, di Eropa muncul gerakan untuk ´menaikkan derajat kaum perempuan´ walaupun gaungnya kurang begitu keras. Baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Woman yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum wanita mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki, dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan serta diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.

Perkembangan gerakan feminisme tidaklah terlepas dari pengaruh arus kebebasan (liberalisme), sehingga gerakan ini kemudian menimbulkan efek negatif, terutama bagi negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Wanita kemudian digiring untuk bangga pada nilai-nilai budaya Barat. Sebagaimana semboyannya, yaitu kebebasan, maka wanita bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Mereka bebas bekerja dalam bidang apapun, bebas bergaul tanpa batasan apapun, bebas keluar rumah kapanpun, bahkan bebas melakukan aktivitas seksual dengan siapapun.

Para wanita pun dibebaskan untuk menentukan pilihan, jika ia menikah, maka ia boleh memutuskan untuk memiliki keturunan atau tidak. Seiring perjalanan gerakan ini, maka mulailah nampak dampak buruk akibat kampanye-kampanye gerakan feminisme tersebut. Perzinaan semakin merajalela, dan pelecehan seksual pun sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Dibeberapa negara, seperti Jerman dan Prancis, jumlah kelahiran semakin menurun. Hal itu menyebabkan rasio antara usia tua dengan usia muda hanya terjadi perbedaan tipis. Jika angka usia tua terus meningkat, maka negara tersebut mulai terancam kekurangan tenaga-tenaga kerja produktif. Oleh karenanya, pemerintahan Jerman dan Prancis memberikan tunjangan bagi pasangan suami-istri yang bersedia memutuskan untuk memiliki keturunan, serta merawat anak-anaknya. Bahkan kemudian muncul gerakan yang menentang kampanye-kampanye feminisme di negara-negara Barat. Salah satunya adalah gerakan sosial STOP-ERA (Equal Right Amandment). Gerakan anti feminisme ini muncul pada saat para kaum feminisme memperjuangkan undang-undang, yang menuntut parlemen Amerika Serikat memberikan kebebasan yang lebih besar kepada wanita sebagaimana halnya kebebasan akses yang diberikan kepada laki-laki disana. Namun gerakan STOP-ERA berhasil menggagalkan upaya tersebut, karena mereka melihat bahwa amandemen terhadap undang-undang persamaan hak antara pria dan wanita tersebut justru akan menghilangkan peran wanita yang sesungguhnya, yaitu sebagai istri dan ibu.

Kedudukan Wanita Dalam Islam

Wanita adalah bagian dari masyarakat, ia adalah ibu, kakak, adik, istri, atau bibi. Bila baik keadaan mereka, maka baik pula keadaan masyarakat. Islam merupakan agama yang menyentuh fitrah manusia. Agama yang menyelaraskan amalan dunia maupun akhirat. Islam pada hakikatnya mengarahkan pembentukan masyarakat yang bersih dan sehat, serta menolak segala bentuk penyelewengan yang dapat merusak kehidupan masyarakat. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap kaum wanita, serta menempatkannya pada kedudukan yang terpuji.

“Dan kamu perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Lukman: 14)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa: 19)

Seluruh ayat tersebut menunjukkan betapa Al-Qur’an menginginkan dan menuntun kita untuk menghormati dan memuliakan kaum wanita. Selain ayat-ayat di atas, masih terdapat banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang hak-hak yang pantas didapatkan oleh kaum wanita, mencakup dalam masalah perkawinan, perceraian, dan waris. Semua itu diatur dengan hukum yang penuh dengan keadilan dan kebijaksanaan, sehingga kaum wanita terhindar dari unsur-unsur penganiayaan maupun kezhaliman. Islam telah membebaskan wanita dari kezhaliman, aniaya, serta perbudakan. 

Namun, Islam tidak serta merta membebaskan para wanita untuk berbuat sekehendak hatinya. Islam tidaklah membiarkan para wanita menjadi liar tanpa norma maupun aturan. Oleh sebab itu, Islam menjadikan jilbab sebagai pakaian yang melindungi kehormatan mereka, menjadikan rumah sebagai benteng mereka, serta memerintahkan laki-laki (ayah, saudara laki-laki, paman, suami, anak laki-laki) mereka sebagai penjaga keberlangsungan hidup mereka. Syari’at mengatur perilaku, pakaian, dan peran wanita, tentu dengan tujuan untuk menjaga kemuliaan mereka. Maka berbahagialah menjadi muslimah.


DAFTAR PUSTAKA

Syekh Bakr Abdullah Abu Zaid. ___. Menjaga Kehormatan Muslimah. Solo: Daar An-Naba’
Dr. Mustofa Muhammad As-Syak’ah.1995. Islam Tidak Bermazhab. Jakarta: GIP
http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme
http://en.wikipedia.org/wiki/Feminist


Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License