Kekayaan seorang hamba sebanding dengan ketaatannya kepada Allah
dan kesungguhannya dalam menyambut seruan-Nya. Keikhlasan dalam beramal
merupakan pondasi agama. Suatu perbuatan tidak akan sempurna dan membuahkan
hasil yang diberkahi kecuali setelah didasari dengan niat dan tujuan yang baik.
Dalam beberapa ayat, Allah Ta’ala telah memerintahkan manusia
untuk senantiasa ikhlas. Allah Ta’ala berfirman, “Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar:
2). Demikian juga dengan firmannya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku
diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar: 11).
Jadi,
kebaikan suatu amal karena niat yang baik, sedangkan ketulusan niat dikarenakan
hati yang baik. Syarat utama diterimanya suatu amalan di sisi Allah adalah
ikhlas dan ittiba’. Ibnu Mas’ud berkata, “Suatu perkataan dan
perbuatan tidak akan bermanfaat kecuali disertai niat (yang ikhlas); sedangkan
perkataan, perbuatan, dan niat tersebut tidak akan bermanfaat kecuali kalau ia
sesuai dengan sunnah.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Abu Umamah Al-Baahily radiyallahu ‘anhu berkata,
“Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu mengatakan, ‘Ya
Rasulullah, bagaimana menurutmu jika ada seseorang yang berperang karena
mencari pahala sekaligus nama yang harum, pahala apakah yang akan
didapatkannya?’ Beliau menjawab, ‘Ia tidak mendapatkan apa-apa.’ Maka
orang itu mengulang lagi pertanyaannya sampai tiga kali, sedangkan Rasulullah
tetap menjawab, ‘Ia tidak mendapatkan apa-apa.’ Kemudian beliau
bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali jika
ia diamalkan ikhlas karena-Nya dan demi mencari keridhaan-Nya.’” (HR. Abu
Daud dan An-Nasa’i)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda, “Allah berfirman, ‘Aku adalah sekutu yang paling tidak
membutuhkan sekutu, maka barangsiapa beramal dengan menyekutukan-Ku dengan
selain-Ku, niscaya akan Ku-tinggalkan dia bersama sekutunya.’” (HR.
Muslim)
Suatu amalan─betapa pun banyaknya─ jika tidak dilandaskan dengan
akidah yang benar hanyalah akan menjerumuskan pelakunya kedalam neraka, Allah Ta’ala berfirman, “Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23).
KRITERIA IKHLAS
Kriteria ikhlas ialah apabila niat Anda dalam beramal hanya
karena Allah semata bukan yang lain. Bukan karena ingin dilihat atau supaya
didengar orang lain. Jadi, Anda beramal bukan karena menunggu-nunggu pujian
orang atau khawatir akan celaan mereka.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah
syirik, sedangkan meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Adapun ikhlas
itu ialah bila Allah memelihara kamu dari keduanya.” Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah,
‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Rabb semesta alam.’” (QS. Al-An’am: 162).
DAMPAK DARI SEBUAH KEIKHLASAN
Jika keikhlasan telah menjadi warna tunggal dari amalan
seseorang, terangkatlah kedudukan orang tersebut ketingkat yang tinggi. Abu
Bakar bin ‘Ayyasy berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddiq tidaklah mengungguli kita
karena banyaknya shalat dan shiyam, akan tetapi karena keimanan yang tertanam
dalam hatinya, dan keikhlasannya kepada Allah.”
Amalan yang sedikit bila didasari keikhlasan, maka pahalanya akan
berlipat ganda, “Barangsiapa bersedekah mesti sebiji kurma dari hasil
jerih payah yang halal, niscaya Allah akan menerima dengan tangan
kanan-Nya, kemudian Dia membesarkan (pahala) sedekah tersebut bagi pelakunya,
seperti seseorang di antara kalian membesarkan anak kudanya hingga sedekah
tersebut seperti sebuah gunung yang besar.” (Muttafaq ‘alaih).
Allah pun kelak akan menaunginya di bawah naungan ‘Arsy-Nya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada tujuh
golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan ‘Arsy-Nya…,” lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan di antaranya, “…dan
seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah, lalu ia berusaha menutupinya
sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan
kanannya.” (Muttafaq ‘alaih).
KEBERKAHAN AMAL YANG IKHLAS WALAUPUN SEDIKIT
Apabila seorang hamba mengikhlaskan niatnya lalu beramal shalih
meskipun sedikit, niscaya Allah akan menerima dan melipatgandakan pahalanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Sungguh
aku melihat seseorang yang berguling-guling dalam Jannah (begitu nikmatnya)
karena ia menyingkirkan sebatang pohon yang berada di jalan yang senantiasa
mengganggu kaum muslimin yang melaluinya.” (HR. Muslim)
Simaklah kisah seorang pelacur Bani Israel yang pekerjaannya
adalah berzina, tatkalah ia melakukan suatu amalan yang remeh dalam
pandangan manusia yaitu memberi minum seekor anjing, kemudian Allah
mengampuni dosanya karena itu, padahal ia seorang pelacur. Rasululullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Suatu ketika ada seekor anjing
yang berputar-putar di sekitar sumur, hampir saja ia mati kehausan. Tatkala
pelacur dari Bani Israel melihatnya…maka wanita itu serta merta menanggalkan
sepatunya lalu mengambil air dari sumur dengannya, dan memberi minum anjing
tersebut, dan Allah pun mengampuninya karena itu.” (Muttafaq ‘alaih).
MENJADI SEORANG YANG IKHLAS
Di antara hal-hal yang dapat menimbulkan keikhlasan yaitu:
- Do’a
Hidayah seluruhnya ada ditangan Allah dan hati manusia berada di
antara dua dari jari-jemari Allah yang Maha Pengasih. Ia membolak-balikkannya
sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu, kembalilah kepada Dzat yang
seluruh hidayah berada di tangan-Nya, mintalah selalu dari-Nya keikhlasan. Umar
bin Khathab senantiasa berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah amalku shalih semuanya,
dan jadikanlah ia ikhlas karena-Mu, dan janganlah Engku jadikan untuk seseorang
dari amal itu sedikit pun.”
- Menyembunyikan Amal
Semakin tersembunyi suatu amalan, maka semakin besar pula
peluangnya untuk diterima dan semakin kuat pula untuk dilakukan dengan ikhlas.
Orang yang benar-benar ikhlas suka untuk menyembunyikan amalnya
sebagaimana ia suka untuk menutup-nutupi kejelekkannya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Ada tujuh golongan yang Allah akan
menaungi mereka di bawah naungan ‘Arsy-Nya di hari tiada naungan selain
naungan-Nya. Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang dibesarkan dalam nuansa
beribadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan
masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; keduanya bertemu dan
berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang
cantik dan terpandang lalu (menolaknya dan) mengatakan, “Aku takut kepada
Allah,” dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia berusaha
menutupinya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh
tangan kanannya.” (Muttafaq ‘alaih)
- Memperhatikan orang-orang yang amalannya lebih baik
Dalam beramal shalih, berusahalah untuk selalu meneladani para
nabi dan orang-orag shalih. Allah Ta’ala berfirman, “Mereka
itulah orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Qur’an).’ Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk
segala umat.” (QS. Al-An’am: 90)
Dengan membaca biografi orang-orang shalih dari kalangan ulama,
ahli ibadah, orang-orang terpandang, dan orang-orang zuhud, hal itu akan
berkesan untuk menambah keimanan di dalam hati.
- Menumbuhkan sikap khawatir jika amal-amalnya tidak diterima
Anggap remehlah semua amal yang telah kita lakukan, kemudian
berusahalah untuk selalu khawatir jika amal-amal yang telah kita kerjakan tidak
diterima. Konon, para salaf sering mengucapkan dalam do’a mereka, “Ya Allah,
kami memohon agar Engkau mengaruniai kami amal shalih dan menjaganya.” Di
antara bentuk penjagaan tersebut ialah sirnanya sikap kagum dan bangga terhadap
amalan pribadi, namun justru rasa khawatirlah yang tersisa kalau-kalau amalnya
belum diterima.
- Tidak terpengaruh dengan ucapan orang
Orang yang mendapat taufik ialah orang yang tidak terpengaruh
dengan pujian orang. Kalau orang-orang memujinya ketika melakukan suatu
kebaikan, maka hal tersebut justru menjadikannya lebih tawadhu’ dan takut
kepada Allah. Ia yakin bahwa pujian orang hanyalah ujian belaka baginya. Tidak
ada pujian yang bermanfaat dan celaannya yang berbahaya selain dari Allah
semata.
Sumber:
Langkah Pasti Menuju Bahagia, Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad
Al-Qasim: Daar An-Naba’
No comments:
Post a Comment