Namanya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah
bin Bardizbah. Panggilannya adalah Abu Abdillah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ketika Ismail bin Ibrahim (ayah
Imam Bukhari) meninggal, Muhammad bin Ismail masih kecil. Oleh sebab itu,
Muhammad bin Ismail tumbuh dalam asuhan ibunya. Ibu Muhammad adalah seorang
wanita taat beribadah yang dikaruniai karomah. Dikisahkan dalam Tarikh
Baghdad bahwa pada saat masih kecil, kedua mata Muhammad bin Ismail
telah buta.
Kemudian ibu Muhammad dalam tidurnya melihat Nabi Ibrahim berkata,
‘Wahai kaum wanita, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena
kamu sering berdoa kepada-Nya.’ Di pagi harinya, sungguh Allah telah
mengembalikan penglihatan Imam Al-Bukhari.”
Imam Al-Bukhari lahir di salah satu kota di wilayah Khurasan,
yaitu di Bukhara. Bukhara merupakan kota tua yang indah. Sebelum Islam masuk,
Bukhara menjadi ibukota Samaniyin. Ahli sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke
Bukhara pada masa pemerintahan Daulah Umayah.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Imam Al-Bukhari lahir di Bukhara
pada hari Jum’at setelah dilaksanakannya shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal tahun
194 Hijriah.”
Abu Ja’far Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Aku bertanya kepada
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, ‘Apakah tujuanmu pertama kali dalam belajar
hadits?’ Imam Al-Bukhari menjawab, ‘Ketika aku masih di kuttab (sekolah
dasar), aku diberi ilham untuk belajar hadits.’ Muhammad bin Abi Hatim
bertanya, ‘Waktu itu berapa usiamu?’ Imam Al-Bukhari menjawab, ‘Usiaku baru
mencapai sepuluh tahun atau kurang dari itu. Aku pulang sekolah setelah ashar,
namun aku tidak langsung pulang begitu saja. Aku terkadang masih tetap di ruang
kelas saat teman-temanku pulang.’”
Imam Al-Bukhari berkata, “Saat usia enam belas tahun, aku sudah
hafal kitab karya Ibnul Mubarak dan Waqi’ bin Jarrah, dan aku juga memahami
maksud perkataan mereka dalam kitab-kitab karya mereka.”
Perjalanannya Mencari Hadits
Rihlah adalah istilah ahli hadits dalam melakukan perjalanan
untuk mencari hadits agar memperoleh sanad hadits yang ‘ali (hadits
dengan jalur periwayatan yang jumlah perawinya lebih sedikit).
Para sahabat pun telah mencontohkan aktivitas rihlah ini. Jabir
bin Abdillah melakukan rihlah selama satu bulan untuk mendapatkan sanad hadits
yang ‘ali dari Abdullah bin Anas.
Imam Al-Bukhari pertama kali melakukan rihlah tahun
210 Hijriah, saat berumur 16 tahun. Ketika itu Imam Al-Bukhari rihlah ke
Mekah, mengkaji hadits dari ulama-ulama yang berada di sana, antara lain
Abdullah bin Yazid, Abu Bakar bin Abdullah bin Az-Zubair, dan Al-Humaidi.
Tahun 212 Hijriah, Imam Al-Bukhari melanjutkan rihlah ke
Madinah, di usia 18 tahun. Di Madinah, Imam Al-Bukhari mengambil hadits dari
Ibrahim bin Al-Mundzir, Mathraf bin Abdillah, Ibrahim bin Hamzah, Abdul Aziz
bin Abdillah Al-Uwaisi, dll.
Selanjutnya Imam Al-Bukhari rihlah ke Bashrah
dan beliau sebanyak empat kali keluar-masuk Bashrah. Kemudian dilanjutkan ke
Kufah. Setelah Kufah, Imam Bukhari menuju Baghdad. Di kota Baghdah inilah, Imam
Bukhari mengambil hadits dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Al-Bukhari juga
melakukan pencarian hadits ke Syam, Mesir, Jazirah Khurasan, Moro, Balakh, dan
Harah.
Allah Ta’ala telah memudahkan Imam Al-Bukhari menuju kesuksesan,
sehingga beliau dapat melakukan perjalanannya dari satu daerah ke daerah lain
secara berkesinambungan. Dari perjalanan ini, Imam Al-Bukhari belajar dari
ulama-ulama hadits yang jumlahnya sampai ribuan.
Guru-Gurunya
Imam Bukhari berkata, “Aku telah menulis hadits dari seribu
guru, bahkan lebih banyak lagi, dan seluruhnya merupakan ulama.”
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, guru-guru Imam Bukhari
terklasifikasi menjadi lima tingkatan, yaitu:
Tingkatan pertama, orang yang menerima hadits dari tabiin.
Tingkatan kedua, orang lain yang semasa dengan kelompok pertama,
akan tetapi mereka tidak mendengar dari tabiin yang tsiqah.
Tingkatan ketiga, ini merupakan tingkatan tengah di antara
sekian banyak guru Imam Bukhari. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi
tingkatan ini tidak bertemu dengan tabiin.
Tingkatan keempat, mereka yang termasuk dalam tingkatan ini pada
dasarnya sama dengan tingkatan ketiga dalam mendapatkan hadits. Letak
perbedaannya, tingkatan ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits
daripada tingkatan keempat.
Tingkatan kelima, sekelompok orang yang haditsnya hanya untuk
dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadits maupun
dalam jalur periwayatan hadits.
Kekuatan Hafalan dan Kecerdasannya
Muhammad bin Khumairawiyah berkata, “Aku telah mendengar Imam
Al-Bukhari berkata, ‘Aku telah hafal seratus ribu hadits sahih dan dua ratus
ribu hadits tidak sahih.’”
Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan sanadnya dari Abu Ahmad ibnu Adi,
dia berkata, “Muhammad bin Ismail Al-Bukhari pernah datang ke Baghdad.
Kedatangannya kali ini didengar oleh para ulama ahli hadits sehingga mereka
sepakat membuat pertemuan akbar untuk menyodorkan (pada Imam Bukhari) seratus
hadits dengan sanad dan matan hadits yang diacak sedemikian rupa. Seratus
hadits itu dipercayakan pada sepuluh orang, sehingga tiap orang memegang
sepuluh hadits. Kesepuluh orang ini akan menyampaikan hadits-hadits (yang telah
diacak sanad dan matannya) tersebut kepada Imam Al-Bukhari.
Dalam pertemuan akbar itu, hadir ulama dari berbagai wilayah,
baik Khurasan, Baghdad, dan sekitarnya. Acara pun dimulai. Salah satu dari
sepuluh orang itu menanyakan hadits yang telah disiapkan untuk disampaikan
kepada Imam Al-Bukhari. Dalam menanggapi hadits tersebut, Imam Al-Bukhari hanya
menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Hingga sepuluh hadits disampaikan, jawaban Imam
Bukhari hanya, ‘Aku tidak tahu.’ Para ulama yang hadir pun memandang bahwa Imam
Bukhari ternyata orang lemah dan tidak sehebat sebagaimana gaungnya selama ini.
Setelah itu, berganti orang lain yang menyampaikan hadits yang
sanad dan matannya telah diacak. Imam Bukhari hanya menanggapinya dengan
jawaban, ‘Aku tidak tahu.’ Kemudian berganti orang lain hingga sepuluh orang.
Tanggapan Imam Bukhari terhadap hadits yang mereka sampaikan masih sama, ‘Aku
tidak tahu.’
Setelah sepuluh orang itu selesai menyampaikan hadits yang telah
diacak tersebut, akhirnya Imam Al-Bukhari mulai angkat bicara. Beliau
mengoreksi sepuluh hadits dari penanya pertama. Imam Bukhari membenahi matan
sekaligus mengurutkan sanadnya. Matan dan hadits yang diacak, beliau kembalikan
sebagaimana susunan dan urutan yang benar. Seluruh hadits yang matan dan
sanadnya diacak dari sepuluh penanya, Imam Al-Bukhari perbaiki sebagaimana
keadaannya sediakala.
Peristiwa itu mengakibatkan para ulama yang hadir
berdecak kagum dan mengakui kelebihan Imam Al-Bukhari.”
Murid-Muridnya
Imam Al-Farbari, salah seorang murid Imam Al-Bukhari, berkata,
“Sesungguhnya murid Imam Bukhari yang meriwayatkan Sahih Al-Bukhari berjumlah
90.000 orang.” Jika Imam Al-Bukhari adalah Imam dalam bidang hadits, maka tidak
mengherankan apabila murid-muridnya menjadi tokoh-tokoh terkemuka dalam kajian
hadits di masa selanjutnya.
Di antara murid-murid Imam Al-Bukhari yang terkemuka, yaitu:
Muslim bin Hajjaj
Berkebangsaan Naisabur. Lahir tahun 202 Hijriah. Imam Muslim
melakukan perjalanan mencari hadits (rihlah) ke Irak, Hijaz, Syam, dan
Mesir. Karyanya yang monumental adalah Sahih Muslim. Meninggal pada 26 Rajab
tahun 261 Hijriah.
Abu Isa At-Tirmidzi
Lahir tahun 206 Hijriah. Namanya adalah Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin Adh-Dhahak As-Sulami. Karya terbesarnya yaitu Jami’
At-Tirmidzi dan Al-‘Ilal wa Asy-Syama’il. Meninggal tahun 279 Hijriah.
An-Nasa’i
Namanya adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Dinar.
Lahir di kota Nasa’, salah satu kota di Khurasan, tahun 215 Hijriah. Karya Imam
An-Nasa’i yang terkenal adalah Sunan An-Nasa’i. Beliau meninggal tahun 304
Hijriah.
Ad-Darimi
Lahir tahun 181 Hijriah. Namanya adalah Abdullah bin Abdirrahman
bin Al-Qufl bin Bahram bin Abd Ash-Shamad At-Taimi Ad-Darimi. Kitab-nya yang
terbesar adalah As-Sunan.
Abu Hatim Ar-Razi
Beliau lahir tahun 195 Hijriah dan wafat tahun 277 Hijriah .
Imam Abu Hatim Ar-Razi merupakan pakar dalam ilmu al-jarh wa at-ta’dil.
Ibnu Khuzaimah
Namanya Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Adz-Dzahabi
memberikan gelar kepada Ibnu Khuzaimah dengan imam al-aimmah (imamnya
para imam). Lahir tahun 229 Hijriah dan wafat tahun 311 Hijriah.
Karya-Karya Imam Al-Bukhari
Di antara karya Imam Al-Bukhari yang terkenal, yaitu:
- Al-Jami’
Ash-Shahih
- At-Tarikh
Al-Kabir
- At-Tarikh
Al-Ausath
- At-Tarikh
Ash-Shaqhir
- Al-Adab
Al-Mufrad
- Kitab
Al-Kuna
Meninggalnya
Al-Hasan bin Al-Husain Al-Bazzaz Al-Bukhari berkata, “Imam
Al-Bukhari meninggal pada malam sabtu, saat malam Idul Fitri di waktu shalat
isya. Imam Al-Bukhari meninggal tahun 256 Hijriah dalam usia 62 tahun.”
Sumber:
Syaikh Ahmad Farid. 2006. 60 Biografi Ulama Salaf terjemah:
Masturi Irham dan Asmu’i Taman. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
No comments:
Post a Comment