Pages

Biografi Imam Bukhari

Monday, December 14, 2015

Namanya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah. Panggilannya adalah Abu Abdillah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ketika Ismail bin Ibrahim (ayah Imam Bukhari) meninggal, Muhammad bin Ismail masih kecil. Oleh sebab itu, Muhammad bin Ismail tumbuh dalam asuhan ibunya. Ibu Muhammad adalah seorang wanita taat beribadah yang dikaruniai karomah. Dikisahkan dalam Tarikh Baghdad bahwa pada saat masih kecil, kedua mata Muhammad bin Ismail telah buta. 

Kemudian ibu Muhammad dalam tidurnya melihat Nabi Ibrahim berkata, ‘Wahai kaum wanita, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena kamu sering berdoa kepada-Nya.’ Di pagi harinya, sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan Imam Al-Bukhari.”

Imam Al-Bukhari lahir di salah satu kota di wilayah Khurasan, yaitu di Bukhara. Bukhara merupakan kota tua yang indah. Sebelum Islam masuk, Bukhara menjadi ibukota Samaniyin. Ahli sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke Bukhara pada masa pemerintahan Daulah Umayah.


Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Imam Al-Bukhari lahir di Bukhara pada hari Jum’at setelah dilaksanakannya shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal tahun 194 Hijriah.”

Abu Ja’far Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Aku bertanya kepada Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, ‘Apakah tujuanmu pertama kali dalam belajar hadits?’ Imam Al-Bukhari menjawab, ‘Ketika aku masih di kuttab (sekolah dasar), aku diberi ilham untuk belajar hadits.’ Muhammad bin Abi Hatim bertanya, ‘Waktu itu berapa usiamu?’ Imam Al-Bukhari menjawab, ‘Usiaku baru mencapai sepuluh tahun atau kurang dari itu. Aku pulang sekolah setelah ashar, namun aku tidak langsung pulang begitu saja. Aku terkadang masih tetap di ruang kelas saat teman-temanku pulang.’”

Imam Al-Bukhari berkata, “Saat usia enam belas tahun, aku sudah hafal kitab karya Ibnul Mubarak dan Waqi’ bin Jarrah, dan aku juga memahami maksud perkataan mereka dalam kitab-kitab karya mereka.”

Perjalanannya Mencari Hadits

Rihlah adalah istilah ahli hadits dalam melakukan perjalanan untuk mencari hadits agar memperoleh sanad hadits yang ‘ali (hadits dengan jalur periwayatan yang jumlah perawinya lebih sedikit).

Para sahabat pun telah mencontohkan aktivitas rihlah ini. Jabir bin Abdillah melakukan rihlah selama satu bulan untuk mendapatkan sanad hadits yang ‘ali dari Abdullah bin Anas.

Imam Al-Bukhari pertama kali melakukan rihlah tahun 210 Hijriah, saat berumur 16 tahun. Ketika itu Imam Al-Bukhari rihlah ke Mekah, mengkaji hadits dari ulama-ulama yang berada di sana, antara lain Abdullah bin Yazid, Abu Bakar bin Abdullah bin Az-Zubair, dan Al-Humaidi.

Tahun 212 Hijriah, Imam Al-Bukhari melanjutkan rihlah ke Madinah, di usia 18 tahun. Di Madinah, Imam Al-Bukhari mengambil hadits dari Ibrahim bin Al-Mundzir, Mathraf bin Abdillah, Ibrahim bin Hamzah, Abdul Aziz bin Abdillah Al-Uwaisi, dll.

Selanjutnya Imam Al-Bukhari rihlah ke Bashrah dan beliau sebanyak empat kali keluar-masuk Bashrah. Kemudian dilanjutkan ke Kufah. Setelah Kufah, Imam Bukhari menuju Baghdad. Di kota Baghdah inilah, Imam Bukhari mengambil hadits dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Al-Bukhari juga melakukan pencarian hadits ke Syam, Mesir, Jazirah Khurasan, Moro, Balakh, dan Harah.
Allah Ta’ala telah memudahkan Imam Al-Bukhari menuju kesuksesan, sehingga beliau dapat melakukan perjalanannya dari satu daerah ke daerah lain secara berkesinambungan. Dari perjalanan ini, Imam Al-Bukhari belajar dari ulama-ulama hadits yang jumlahnya sampai ribuan.

Guru-Gurunya

Imam Bukhari berkata, “Aku telah menulis hadits dari seribu guru, bahkan lebih banyak lagi, dan seluruhnya merupakan ulama.”

Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, guru-guru Imam Bukhari terklasifikasi menjadi lima tingkatan, yaitu:
Tingkatan pertama, orang yang menerima hadits dari tabiin.

Tingkatan kedua, orang lain yang semasa dengan kelompok pertama, akan tetapi mereka tidak mendengar dari tabiin yang tsiqah.

Tingkatan ketiga, ini merupakan tingkatan tengah di antara sekian banyak guru Imam Bukhari. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu dengan tabiin.

Tingkatan keempat, mereka yang termasuk dalam tingkatan ini pada dasarnya sama dengan tingkatan ketiga dalam mendapatkan hadits. Letak perbedaannya, tingkatan ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat.

Tingkatan kelima, sekelompok orang yang haditsnya hanya untuk dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadits maupun dalam jalur periwayatan hadits.

Kekuatan Hafalan dan Kecerdasannya

Muhammad bin Khumairawiyah berkata, “Aku telah mendengar Imam Al-Bukhari berkata, ‘Aku telah hafal seratus ribu hadits sahih dan dua ratus ribu hadits tidak sahih.’”

Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan sanadnya dari Abu Ahmad ibnu Adi, dia berkata, “Muhammad bin Ismail Al-Bukhari pernah datang ke Baghdad. Kedatangannya kali ini didengar oleh para ulama ahli hadits sehingga mereka sepakat membuat pertemuan akbar untuk menyodorkan (pada Imam Bukhari) seratus hadits dengan sanad dan matan hadits yang diacak sedemikian rupa. Seratus hadits itu dipercayakan pada sepuluh orang, sehingga tiap orang memegang sepuluh hadits. Kesepuluh orang ini akan menyampaikan hadits-hadits (yang telah diacak sanad dan matannya) tersebut kepada Imam Al-Bukhari.

Dalam pertemuan akbar itu, hadir ulama dari berbagai wilayah, baik Khurasan, Baghdad, dan sekitarnya. Acara pun dimulai. Salah satu dari sepuluh orang itu menanyakan hadits yang telah disiapkan untuk disampaikan kepada Imam Al-Bukhari. Dalam menanggapi hadits tersebut, Imam Al-Bukhari hanya menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Hingga sepuluh hadits disampaikan, jawaban Imam Bukhari hanya, ‘Aku tidak tahu.’ Para ulama yang hadir pun memandang bahwa Imam Bukhari ternyata orang lemah dan tidak sehebat sebagaimana gaungnya selama ini.

Setelah itu, berganti orang lain yang menyampaikan hadits yang sanad dan matannya telah diacak. Imam Bukhari hanya menanggapinya dengan jawaban, ‘Aku tidak tahu.’ Kemudian berganti orang lain hingga sepuluh orang. Tanggapan Imam Bukhari terhadap hadits yang mereka sampaikan masih sama, ‘Aku tidak tahu.’

Setelah sepuluh orang itu selesai menyampaikan hadits yang telah diacak tersebut, akhirnya Imam Al-Bukhari mulai angkat bicara. Beliau mengoreksi sepuluh hadits dari penanya pertama. Imam Bukhari membenahi matan sekaligus mengurutkan sanadnya. Matan dan hadits yang diacak, beliau kembalikan sebagaimana susunan dan urutan yang benar. Seluruh hadits yang matan dan sanadnya diacak dari sepuluh penanya, Imam Al-Bukhari perbaiki sebagaimana keadaannya sediakala. 
Peristiwa itu mengakibatkan para ulama yang hadir berdecak kagum dan mengakui kelebihan Imam Al-Bukhari.”

Murid-Muridnya

Imam Al-Farbari, salah seorang murid Imam Al-Bukhari, berkata, “Sesungguhnya murid Imam Bukhari yang meriwayatkan Sahih Al-Bukhari berjumlah 90.000 orang.” Jika Imam Al-Bukhari adalah Imam dalam bidang hadits, maka tidak mengherankan apabila murid-muridnya menjadi tokoh-tokoh terkemuka dalam kajian hadits di masa selanjutnya.

Di antara murid-murid Imam Al-Bukhari yang terkemuka, yaitu:

Muslim bin Hajjaj
Berkebangsaan Naisabur. Lahir tahun 202 Hijriah. Imam Muslim melakukan perjalanan mencari hadits (rihlah) ke Irak, Hijaz, Syam, dan Mesir. Karyanya yang monumental adalah Sahih Muslim. Meninggal pada 26 Rajab tahun 261 Hijriah.

Abu Isa At-Tirmidzi
Lahir tahun 206 Hijriah. Namanya adalah Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Adh-Dhahak As-Sulami. Karya terbesarnya yaitu Jami’ At-Tirmidzi dan Al-‘Ilal wa Asy-Syama’il. Meninggal tahun 279 Hijriah.

An-Nasa’i
Namanya adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Dinar. Lahir di kota Nasa’, salah satu kota di Khurasan, tahun 215 Hijriah. Karya Imam An-Nasa’i yang terkenal adalah Sunan An-Nasa’i. Beliau meninggal tahun 304 Hijriah.

Ad-Darimi
Lahir tahun 181 Hijriah. Namanya adalah Abdullah bin Abdirrahman bin Al-Qufl bin Bahram bin Abd Ash-Shamad At-Taimi Ad-Darimi. Kitab-nya yang terbesar adalah As-Sunan.

Abu Hatim Ar-Razi
Beliau lahir tahun 195 Hijriah dan wafat tahun 277 Hijriah . Imam Abu Hatim Ar-Razi merupakan pakar dalam ilmu al-jarh wa at-ta’dil.

Ibnu Khuzaimah
Namanya Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Adz-Dzahabi memberikan gelar kepada Ibnu Khuzaimah dengan imam al-aimmah (imamnya para imam). Lahir tahun 229 Hijriah dan wafat tahun 311 Hijriah.

Karya-Karya Imam Al-Bukhari
Di antara karya Imam Al-Bukhari yang terkenal, yaitu:
  1. Al-Jami’ Ash-Shahih
  2. At-Tarikh Al-Kabir
  3. At-Tarikh Al-Ausath
  4. At-Tarikh Ash-Shaqhir
  5. Al-Adab Al-Mufrad
  6. Kitab Al-Kuna
Meninggalnya
Al-Hasan bin Al-Husain Al-Bazzaz Al-Bukhari berkata, “Imam Al-Bukhari meninggal pada malam sabtu, saat malam Idul Fitri di waktu shalat isya. Imam Al-Bukhari meninggal tahun 256 Hijriah dalam usia 62 tahun.”


Sumber:
Syaikh Ahmad Farid. 2006. 60 Biografi Ulama Salaf terjemah: Masturi Irham dan Asmu’i Taman. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.


Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License