Pada
Saat Berdirinya Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak ini , diwilayah pesisir Krui
belum berdiri marga-marga. Wilayah ini masih ditempati oleh suku Tumi, yang
sebagian merupakan pelarian dari Sekala Brak. Marga marga baru berdiri
diwilayah ini diperkirakan pada abad 15 M. mereka berdatangan dari berbagai
daerah di Sumatra bagian selatan, seperti Palembang, Komering dan Bengkulu.
Pada
abad 16 wilayah Sekala Brak mengalami masa keemasan dalam hal
perdagangan. Keadaan ini terkait kebijakan banten dibawah Sultan Hasanuddin
yang menitik beratkan pada pengembangan perdagangan. Terutama setelah ditaklukanya
Sunda Kelapa pada tahun 1527, yang kemudian berganti nama Jayakarta. Sehingga
banten memegang peranan lebih penting serta dapat menarik perdagangan lada ke
pelabuhannya. Lada merupakan komoditas utama perdagangan internasional, yang
didatangkan dari wilayah kekuasaan Banten seperti Jayakarta, Lampung, dan
Bengkulu.
Hubungan perdagangan
antara Paksi Pak Sekala Brak dengan Kesultanan banten, salah satunya dapat
dilihat dalam Piagam Paksi Buay Nyerupa Sukau. Piagam tersebut dibuat tahun
1691 pada masa pemerintahan Sultan Abdul Muhsin Muhammad Zaina Abidin di Banten
kepada Sultan Nyerupa yaitu Pangeran Si Rasan Pikulun Ratu Di Lampung. salah
satu isinya adalah tentang kesepakatan untuk saling membantu. Sultan banten juga
berhak untuk mengangkat dan memecat kepala kepala marga.
Kemelut terjadi ketika
VOC ingin menguasai kesultanan banten , sehingga atas bantuan VOC pada tanggal
7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan anaknya sendiri, dan Siltan
Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten. Perjanjian antara VOC dan Sultan Haji
menghasilkan piagam tertanggal 27 Agustus 1682 bahwa pengawasan dan monopoli
perdagangan rempah rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten
kepada VOC.
Negeri Belanda tahun
1795 berhasil ditaklukkan Napoleon, menyebabkan daerah koloni Belanda yaitu
Indonesia terancam oleh armada Inggris dari Calcutta, India. Untuk itu, VOC
dibubarkan dan kekuasaannya diambil alih oleh pemerintah Kerajaan belanda.
Tanggal 18 januari 1807 HW Deandels diangkat menjadi Gubernur Jenderal untuk
memerintah Hindia Belanda dengan pusatnya Batavia.
Di Kerajaan Paksi Pak
Sekala Brak sendiri perlawanan terhadap Belanda juga terjadi, salah satunya dipimpin
oleh Sultan Ali Akbar Hidayatullah Waliyullah, Jurai ke-16 dari Buay
Nyerupa.Tahun 1868 Beliau melakukan perang gerilya di wilayah Gunung Pesagi,
Gunung Seminung, Belalau sampai ke Pugung Tampak. Belanda mengajak berunding
Sultan Ali Akbar agar melakukan perdamaian. Akan tetapi tawaran tersebut
ditolak, kecuali belanda tidak memecah belah kekuasaan Paksi. Permintaan
tersebut tentu ditolak. Dengan siasat liciknya, Belanda menangkap Sultan Ali
Akbar dan dibuang kemuko-muko Bengkulu selama dua tahun. Di dalam pembuangannya,
Sultan Ali Akbar meminta izin kepada Belanda untuk menunaikan ibadah haji.
Diiringi oleh para pangeran Pagar Alam, beliau berangkat melalui pelabuhan
Menggala. Namun takdir membawanya wafat di tanah suci.
Memasuki awal abad 20,
ditandai dengan lahirnya politik etis. Politik ini merupakan politik balas budi
Belanda kepada bangsa Indonesia. Karena Indonesia telah menyelamatkan Belanda
dari kesulitan keuangan sehingga bukan hanya hutang terbayar tetapi Belanda
juga dapat membangun ekonominya dengan baik. Gagasan politik ini pertama kali
diungkapakan oleh Van Dedem sebagai anggota parlemen belanda.
Politik etis akhirnya
juga memaksa pemerintah Hindia Belanda di Lampung Barat mengalami perbaikan
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Salah satunya pada tahun 1927 dilakukan
pembuatan jalan sepanjang 8 km di Buay Pernong, yang menggerakkan 270 tenaga
kerja. serta pembuatan sawah sawah baru di dataran Tuning Liwau Bulan Bara,
Hanibung, Remelai, dan Sebakow. Tahun 1929, Sultan Pangeran Suhaimi dari Buay Pernong
mendapat penghargaan dari Belanda karena dianggap meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan membangun pasar yang terletak di Ujung Pekon Balak.
Tahun 1922, Pulau Pisang
hendak dipisahkan dari marga Way SIndi untuk dibentuk menjadi marga tersendiri.
Dengan Alasan bahwa Pesirah marga Way Sindi bernama Burhanuddin gelar Radin
Indera Nata mengaku tidak dapat memerintah wilayah yang berada di tengah pulau
tersebut.
Namun secara adat,
Pesirah marga Pulau Pisang masih keturunan jurai dari Marga Way Sindi. HIngga
kini marga Pulau Pisang tetap berpegang teguh kepada marga Way Sindi, walaupun
pemerintahannya tidak lagi dibawah pemerintahan marga Way Sindi. Hal tersebut
tertuang dalam Perjanjian kedua Marga pada 12 Oktober 1933.
Tahun 1928, Belanda memberlakukan
kebijakan baru mengenai wilayah kekuasaan marga,yaitu berdasarkan
geneologis-teritorial menjadi teritorial-geneologis. Setiap marga dipimpin oleh
seorang kepala marga yang diangkat atas dasar pemilihan punyimbang adat yang
bersangkutan. Sejak saat itu marga marga yang terdapat di lampung Barat antara
lain adalah:
Buay Belunguh, Buay
Pernong, Buay Bejalan Diway, Buay Nyerupa, Liwa, Suwoh, Way SIndi, La’ai, Bandar
Krui, Pedada, Ulu Krui, Pasar Krui, Way Napal, Tenumbang, Ngambur, Ngaras, Bengkunat,
Belimbing, Pugung penengahan, Pugung Malaya, Pugung Tambak dan Pulau Pisang.
Sumber:
Pic: http://3.bp.blogspot.com/
http://kerajaanlampung.com/
No comments:
Post a Comment