Pages

Cerita Tentang Perkembangan Kerajaan-Kerajaan di Lampung

Monday, November 30, 2015

Pada Saat Berdirinya Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak ini , diwilayah pesisir Krui belum berdiri marga-marga. Wilayah ini masih ditempati oleh suku Tumi, yang sebagian merupakan pelarian dari Sekala Brak. Marga marga baru berdiri diwilayah ini diperkirakan pada abad 15 M. mereka berdatangan dari berbagai daerah di Sumatra bagian selatan, seperti Palembang, Komering dan Bengkulu.

Pada abad 16 wilayah Sekala Brak mengalami masa keemasan dalam hal perdagangan. Keadaan ini terkait kebijakan banten dibawah Sultan Hasanuddin yang menitik beratkan pada pengembangan perdagangan. Terutama setelah ditaklukanya Sunda Kelapa pada tahun 1527, yang kemudian berganti nama Jayakarta. Sehingga banten memegang peranan lebih penting serta dapat menarik perdagangan lada ke pelabuhannya. Lada merupakan komoditas utama perdagangan internasional, yang didatangkan dari wilayah kekuasaan Banten seperti Jayakarta, Lampung, dan Bengkulu.

Hubungan perdagangan antara Paksi Pak Sekala Brak dengan Kesultanan banten, salah satunya dapat dilihat dalam Piagam Paksi Buay Nyerupa Sukau. Piagam tersebut dibuat tahun 1691 pada masa pemerintahan Sultan Abdul Muhsin Muhammad Zaina Abidin di Banten kepada Sultan Nyerupa yaitu Pangeran Si Rasan Pikulun Ratu Di Lampung. salah satu isinya adalah tentang kesepakatan untuk saling membantu. Sultan banten juga berhak untuk mengangkat dan memecat kepala kepala marga.

Kemelut terjadi ketika VOC ingin menguasai kesultanan banten , sehingga atas bantuan VOC pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan anaknya sendiri, dan Siltan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten. Perjanjian antara VOC dan Sultan Haji menghasilkan piagam tertanggal 27 Agustus 1682 bahwa pengawasan dan monopoli perdagangan rempah rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC.

Negeri Belanda tahun 1795 berhasil ditaklukkan Napoleon, menyebabkan daerah koloni Belanda yaitu Indonesia terancam oleh armada Inggris dari Calcutta, India. Untuk itu, VOC dibubarkan dan kekuasaannya diambil alih oleh pemerintah Kerajaan belanda. Tanggal 18 januari 1807 HW Deandels diangkat menjadi Gubernur Jenderal untuk memerintah Hindia Belanda dengan pusatnya Batavia.

Di Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak sendiri perlawanan terhadap Belanda juga terjadi, salah satunya dipimpin oleh Sultan Ali Akbar Hidayatullah Waliyullah, Jurai ke-16 dari Buay Nyerupa.Tahun 1868 Beliau melakukan perang gerilya di wilayah Gunung Pesagi, Gunung Seminung, Belalau sampai ke Pugung Tampak. Belanda mengajak berunding Sultan Ali Akbar agar melakukan perdamaian. Akan tetapi tawaran tersebut ditolak, kecuali belanda tidak memecah belah kekuasaan Paksi. Permintaan tersebut tentu ditolak. Dengan siasat liciknya, Belanda menangkap Sultan Ali Akbar dan dibuang kemuko-muko Bengkulu selama dua tahun. Di dalam pembuangannya, Sultan Ali Akbar meminta izin kepada Belanda untuk menunaikan ibadah haji. Diiringi oleh para pangeran Pagar Alam, beliau berangkat melalui pelabuhan Menggala. Namun takdir membawanya wafat di tanah suci.

Memasuki awal abad 20, ditandai dengan lahirnya politik etis. Politik ini merupakan politik balas budi Belanda kepada bangsa Indonesia. Karena Indonesia telah menyelamatkan Belanda dari kesulitan keuangan sehingga bukan hanya hutang terbayar tetapi Belanda juga dapat membangun ekonominya dengan baik. Gagasan politik ini pertama kali diungkapakan oleh Van Dedem sebagai anggota parlemen belanda.

Politik etis akhirnya juga memaksa pemerintah Hindia Belanda di Lampung Barat mengalami perbaikan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Salah satunya pada tahun 1927 dilakukan pembuatan jalan sepanjang 8 km di Buay Pernong, yang menggerakkan 270 tenaga kerja. serta pembuatan sawah sawah baru di dataran Tuning Liwau Bulan Bara, Hanibung, Remelai, dan Sebakow. Tahun 1929, Sultan Pangeran Suhaimi dari Buay Pernong mendapat penghargaan dari Belanda karena dianggap meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun pasar yang terletak di Ujung Pekon Balak.

Tahun 1922, Pulau Pisang hendak dipisahkan dari marga Way SIndi untuk dibentuk menjadi marga tersendiri. Dengan Alasan bahwa Pesirah marga Way Sindi bernama Burhanuddin gelar Radin Indera Nata mengaku tidak dapat memerintah wilayah yang berada di tengah pulau tersebut.
Namun secara adat, Pesirah marga Pulau Pisang masih keturunan jurai dari Marga Way Sindi. HIngga kini marga Pulau Pisang tetap berpegang teguh kepada marga Way Sindi, walaupun pemerintahannya tidak lagi dibawah pemerintahan marga Way Sindi. Hal tersebut tertuang dalam Perjanjian kedua Marga pada 12 Oktober 1933.

Tahun 1928, Belanda memberlakukan kebijakan baru mengenai wilayah kekuasaan marga,yaitu berdasarkan geneologis-teritorial menjadi teritorial-geneologis. Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga yang diangkat atas dasar pemilihan punyimbang adat yang bersangkutan. Sejak saat itu marga marga yang terdapat di lampung Barat antara lain adalah:
Buay Belunguh, Buay Pernong, Buay Bejalan Diway, Buay Nyerupa, Liwa, Suwoh, Way SIndi, La’ai, Bandar Krui, Pedada, Ulu Krui, Pasar Krui, Way Napal, Tenumbang, Ngambur, Ngaras, Bengkunat, Belimbing, Pugung penengahan, Pugung Malaya, Pugung Tambak dan Pulau Pisang.

Sumber:
Pic: http://3.bp.blogspot.com/

http://kerajaanlampung.com/

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License