Namanya adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin
Syafi’I bin As-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al Muthalib bin
Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin
Ghalib. Nama panggilannya adalah Abu Abdillah.
Beliau
dilahirkan di Gaza tahun 150 Hijriyah pada tahun dimana Imam Abu Hanifah An
Nu’man meninggal. Ayahnya meninggal dalam usia muda, sehingga Muhammad bin
Idris As-Syafi’I menjadi yatim dalam asuhan ibunya. Pada usia 7 tahun ia sudah
hafal al-Qur’an 30 juz, pada usia 10 tahun (menurut riwayat lain, 13 tahun) ia hafal
kitab al-Muwaththa` karya Imam Malik dan pada usia 15 tahun
(menurut riwayat lain, 18 tahun) ia sudah dipercayakan untuk berfatwa oleh
gurunya Muslim bin Khalid az-Zanji.
(Baca juga: koleksi kain tenun tapis Lampung
terlengkap)
Awal Menuntut Ilmunya
Imam As-Syafi’I berkata, “Aku adalah seorang yatim dibawah
asuhan ibuku. Ibuku tidak mempunyai uang untuk membayar seorang guru untuk
mengajariku. Namun seorang guru telah mengizinkanku belajar dengannya ketika ia
mengajar. Tatkala aku selesai mengkhatamkan al-Qur’an, aku lalu masuk masjid
untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan para ulama. Dalam pengajian itu, aku
menghafalkan hadits dan permasalahan-permasalahan agama. Akibat kemiskinanku,
ketika aku melihat tulang yang menyerupai papan, maka tulang itu aku ambil
untuk menulis hadits dan beberapa permasalahan agama.”
Imam An-Nawawi membahas tentang Imam Syafi’i yang secara
ringkasnya adalah sebagai berikut: “Imam Syafi’I memperdalam fiqh dari Muslim
bin Khalid Az-Zanji dan imam-imam Makkah yang lain. Kemudian dia pindah ke
Madinah dengan tujuan berguru kepada Abu Abdillah Malik bin Anas. Ketika di
Madinah, Imam Malik bin Anas memperlakukan As-Syafi’I dengan mulia karena
nasab, ilmu, analisis, akal dan budi pekertinya. Imam As-Syafi’I kemudian
membaca dengan cara menghafal kitab Al-Muwaththa’ (karya Imam Malik) kepada
Imam Malik. Mendengar bacaanya terhadap Al Muwaththa’ ini,
Imam Malik merasa kagum sehingga dia meminta agar Imam As-Syafi’i untuk
membacanya kembali. Setelah berapa lama bersama Imam Malik, akhirnya dia
berkata kepada As-Syafi’I, “Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya kamu
dimasa mendatang akan memiliki sesuatu yang agung.”
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Imam malik berkata kepada
Imam As-Syafi’i, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyinari hatimu dengan
nur-Nya, maka jangan padamkan nur-Nya dengan berbuat maksiat.” Setelah berguru
dengan Imam Malik, Imam As-Syafi’I lalu pindah ke Yaman. Dari Yaman, dia lalu
pindah ke Irak untuk menyibukkan dirinya dalam ilmu agama. Selama tinggal di
Irak ini, dia menghasilkan kitab yang bernama Kitab Al-Hujjah yang
kemudian dikenal Qaul Qadim Imam As-Syafi’i. Pada tahun 199
Hijriyah, dia meninggalkan Irak menuju Mesir. Semua karyanya yang dikenal
dengan Qaul Jadid ditulis di Mesir. Ketika di Mesir inilah
nama Imam As-Syafi’I banyak disebut-sebut orang sehingga dirinya menjadi tujuan
banyak orang untuk menimba ilmu, baik yang berasal dari Irak, Syam, maupun
Yaman.”
Akhlaknya
Ar Rabi’ bin Sulaiman mengatakan bahwa Imam Syafi’i membagi
malam menjadi tiga bagian: sepertiga pertama untuk menulis, sepertiga kedua
untuk shalat dan sepertiga terakhir untuk tidur.
Imam Syafi’I merupakan seseorang yang sangat dermawan terhadap
setiap orang. Al-Humaidi mengatakan bahwa Imam Syafi’I dari daerah Sin’an ke
Makkah dengan membawa sepuluh ribu dinar ditangannya. Dia lalu mendirikan tenda
diluar kota Makkah, sehingga orang-orang berdatangan meminta uang tersebut.
Sebelum gelap malam tiba, maka uang itu telah habis tanpa tersisa sedikit pun.
Ar-Rabi’ memberitahukan bahwa ada seseorang yang telah mengambil
keledai milik Imam Syafi’i. lalu dia berkata, “Wahai Rabi’, berikanlah kepada
pencuri itu empat dinar dan suruh dia minta maaf padaku.”
Guru dan Murid-muridnya
Guru-guru Imam Syafi’I diantaranya: Muslim bin Khalid Az Zanji,
Imam Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah, Hatim bin Isma’il.
Murid-muridnya: Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi, Abu Tsaur Ibrahim
bin Khalid, Imam Ahmad bin Hambal, Ar Rabi’ bin Sulaiman Al Jizi.
Karya-karyanya
Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’I mengatakan bahwa Imam
Syafi’I telah menghasilkan sekitar 140-an kitab, baik dalam Ushul maupun Furu’.
Karya-karyanya antara lain: kitab Al Umm, As Sunan Al
Ma’tsurah, Ar Risalah, Al Fiqh Al Akbar.
Meninggalnya
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, “Imam Syafi’I meninggal pada
malam Jum’at setelah Maghrib. Pada waktu itu, aku sedang berada disampingnya,
Jasadnya dimakamkan pada hari Jum’at setelah Ashar, hari terakhir dibulan
Rajab. Ketika kami pulang mengiring jenazahnya, kami melihat hilal pada bulan
Sya’ban tahun 204 Hijriyah.”
Sumber:
Syaikh Ahmad Farid. 2006. 60 Biografi Ulama Salaf terjemah:
Masturi Irham dan Asmu’i Taman. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
No comments:
Post a Comment