Pages

Mengenal Keunikan Suku Lampung

Thursday, November 19, 2015

Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian dan seperti diketahui bahwa kaki gunung Pesagi dan dataran tinggi Sekala brak, Lampung Barat yang menjadi tempat asal mula suku Lampung atau  Ulun Lampung adalah puncak tertinggi di tanah Lampung. Karena kebutuhan untuk memenuhi hidup yang sudah tidak terpenuhi lagi di dataran tinggi Sekala Brak, maka kelompok demi kelompok meninggalkan Sakala Berak menurun ke lembah dengan mengikuti aliran sungai. Kelompok atau kaum tersebut kemudian membentuk buwai.

Catatan lain menyebutkan bahwa perpindahan suku asli lampung disebabkan adanya penyerangan dari luar, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Kuntara Raja Niti, bahwa orang-orang Bajau (perompak laut) datang menyerang, akhirnya Keratuan Pemanggilan menjadi pecah. Sedangkan warganya beralih tempat meninggalkan Skala Berak menuju ke daerah dataran rendah Lampung sekarang.

Sejak saat itu, Ulun Lampung menjadi beberapa buwai yang kemudian menjadi Sub-suku Lampung seperti sekarang ini, yaitu Komering, Peminggir Teluk/ Semangka/ Pemanggilan, Melinting/ Meninting, Way Kanan, Sungkai, Pubian, Abung, dan Tulang bawang. Termasuk juga Ranau dan Lampung Cikoneng. Catatan asal usul ini masih sangat perlu didukung data-data autentik dan tersurat dalam catatan/ dokumen yang tertulis di kulit-kulit pohon yang mungkin banyak tersimpan seantero kampung tua yang ada di Lampung. Termasuk di daerah Ranau maupun Komering. Di Lampung juga mengenal sebutan masyarakat adat Saibatin atau Pesisir, yaitu pribumi suku Lampung yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Sebagian besar dari mereka berdiam ditepi pantai, maka masyarakatnya disebut adat Pesisir. Sementara, masyarakat beradat Pepadun, yakni pribumi suku Lampung yang melaksanakan musyawarah adatnya menggunakan kursi Pepadun. Adat Pepadun, adat istiadat pribumi Lampung Abung Siwo Mego; Abung Siwo Megou, Pubian Telu Suku (termasuk Pubian Dua Suku di Pesawaran) dan Megou Pak Tulang Bawang. Pepadun, tahta kedudukan penyimbang atau tempat seorang duduk dalam kerajaan adat. Pepadun biasanya digunakan saat pengambilan gelar kepenyimbangan (pimpinan adat).  Bahasa Suku Lampung

Menurut ahli etnolinguistik Belanda, Van der Tuuk, bahasa Lampung terbagi ke dalam dialek Abung yang dipakai oleh kelompok masyarakat beradat Pepadun dan dialek Pubiyan yang dipakai oleh kelompok masyarakat beradat Peminggir. Van Royen malah membagi bahasa Lampung menjadi kelompok dialek nya dan dialek api. Menurut para ahli Indonesia sendiri, bahasa Lampung yang disebut behasou Lampung atau umung Lampung atau cewo Lampung, masih dapat dibagi menjadi dua dialek, yaitu dialek Lampung Belalau dan dialek Lampung Abung, yang masing-masing dibedakan atas dasar pengucapan a dan o. Dialek Lampung Belalau (dialek a) terbagi atas beberapa subdialek, yaitu Jelma Doya (Sungkai), Pemanggilan Peminggir, Melinting Peminggir, dan Pubian. Dialek Lampung Abung (dialek o) terbagi atas dua subdialek, yaitu Abung dan Tulangbawang. Orang Lampung mempunyai aksara sendiri yang disebut surat Lampung atau huruf Lampung (hampir sama dengan tulisan kuno orang Rejang, Serawai, dan Pasemah). Abjad yang dipakai nampaknya mengacu kepada huruf Dewa Nagari asal dari bahasa Sanskerta.

Mata Pencaharian Suku Lampung

Mata pencaharian awalnya adalah berladang tebang bakar dan berpindah-pindah serta meramu hasil hutan. Berkat pengaruh masyarakat lain yang datang kemudian mereka mulai pula mengembangkan sistem pertanian irigasi di sawah-sawah, beternak kerbau, sapi, kambing dan lain-lain. Pada abad kedelapan belas mereka mulai pula bertanam tanaman keras, seperti kopi, karet, cengkeh serta rempah-rempah seperti lada dan pala. Pekerjaan berburu binatang liar serta mengumpulkan hasil hutan masih dilakukan oleh sebagian penduduknya. Pada masa kini untuk mengusahakan kebun-kebun lada, kopi, cengkeh dan lainnya mereka mengupah buruh-buruh transmigran. Sebagian di antara mereka memilih pekerjaan sebagai pegawai pemerintah atau swasta di kota-kota.  

Sumber:
http://kebudayaanindonesia.net/
http://suku-dunia.blogspot.co.id/ 

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. Tapis Jakarta.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License