Radin Intan II merupakan putra dari Radin Intan Kesuma II dan
cucu dari Radin Intan I. Beliau lahir di desa Kuripan, yang sekarang dikenal
sebagai Lampung pada tahun 1834. Beliau merupakan keturunan darah biru yang
bersaudara dengan kerajaan Banten. Radin Intan termasuk seorang penentang
Belanda yang saat itu menjajah negeri kita. Beliau tidak menghendaki adanya
kolonbeliaulisme di bumi pertiwi. Beliau dikenal sebagai pemimpin sekaligus panglima
perang yang tak hanya memiliki fisik yang kuat, namun juga pemikiran yang
cemerlang.
Beliau dinobatkan sebagai Ratu Lampung, pemimpin
rakyat untuk memerangi kolonialisme pada usia yang bisa dibilang masih
belia, yakni pada usia 16 tahun. Beliau dilantik pada tahun 1850, dan
setelahnya beliau langsung dihadapkan dengan serangan pihak Belanda beserta
ratusan tentaranya di daerah Merambung, tempat Radin Intan menjalankan roda
pemerintahan kerajaan. Dari beberapa kali serangan yang dilakukan Belanda,
pasukan Radin Intan selalu dapat mengandaskannya.
Walaupun usianya masih muda belia, Radin Inten II
merupakan sosok panglima perang dan pemikir dengan kepribadian yang kuat.
Ketika ia mulai melakukan perlawanan, Belanda pun mengeluarkan bujuk rayunya
agar Radin Inten II mengurungkan niatnya itu. Namun dengan tegas Radin Inten II
menolak mentah-mentah upaya yang dilakukan Belanda. Semenjak itu peperangan pun
berkobar.
Sejak memegang kekuasaan, Radin Inten II mengobarkan kembali semangat rakyat untuk menentang pemerintah Belanda seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya. Hubungannya dengan Belanda pun semakin tegang. Pada tahun 1851, pasukan Belanda yang terdiri dari 400 orang prajurit di bawah komando Kapten Yuch berusaha menaklukkan Negara Ratu dengan melakukan penyerangan. Mereka berusaha merebut pertahanan Radin Inten II di Merambung, tetapi usaha itu mengalami kegagalan bahkan pasukan itu dapat dihancurkan.
Kemenangan pertama itu seakan mengobarkan semangat juang rakyat di daerah Lampung. Beberapa kali ekspedisi penaklukan dikirimkan Belanda namun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Belanda merasa khawatir bila peperangan itu akan mengobarkan perlawanan di daerah lain, seperti Banten dan Jawa Tengah.
Lima tahun setelah ekspedisi yang dilakukan Kapten Yuch, Belanda kembali mengirimkan sebuah armada berkekuatan sembilan buah kapal perang, tiga buah kapal pengangkut peralatan, serta berpuluh-puluh kapal mayang dan perahu jung. Ekspedisi itu dipimpin oleh Kolonel Waleson dengan bantuan Mayor Nata, Mayor Van Oostade, dan Mayor A. W. Weitsel. Serangan hebat itu dihadapi dengan perlawanan gerilya sehingga tidak berhasil menangkap pemimpin perlawanan yang masih muda itu.
Sesudah itu, Belanda dan Radin Inten II mengadakan perjanjian damai. Belanda mengakui kedaulatan Radin Inten II di Negara Ratu. Sebaliknya, Radin Inten II mengakui pula kekuasaan Belanda di daerah-daerah yang sudah mereka duduki. Akan tetapi, perjanjian itu hanya dipakai Belanda untuk mengumpulkan kekuatan. Mereka membujuk beberapa penguasa daerah lain agar memusuhi Radin Inten II. Melihat kecurangan Belanda, Radin Inten II pun meningkatkan kekuatannya. Benteng-benteng dibangun di lereng Gunung Rajabasa dan patroli-patroli militer Belanda diserang secara tiba-tiba.
Pada bulan Agustus 1856, Belanda melancarkan serangan besar-besaran. Mereka berhasil menduduki benteng Bendulu yang sudah dikosongkan oleh pasukan Radin Inten II. Sesudah itu, berhasil pula direbut beberapa benteng lain, seperti benteng Ketimbang, benteng Galah Tanah, dan benteng Pematang Sentok.
Sejak memegang kekuasaan, Radin Inten II mengobarkan kembali semangat rakyat untuk menentang pemerintah Belanda seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya. Hubungannya dengan Belanda pun semakin tegang. Pada tahun 1851, pasukan Belanda yang terdiri dari 400 orang prajurit di bawah komando Kapten Yuch berusaha menaklukkan Negara Ratu dengan melakukan penyerangan. Mereka berusaha merebut pertahanan Radin Inten II di Merambung, tetapi usaha itu mengalami kegagalan bahkan pasukan itu dapat dihancurkan.
Kemenangan pertama itu seakan mengobarkan semangat juang rakyat di daerah Lampung. Beberapa kali ekspedisi penaklukan dikirimkan Belanda namun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Belanda merasa khawatir bila peperangan itu akan mengobarkan perlawanan di daerah lain, seperti Banten dan Jawa Tengah.
Lima tahun setelah ekspedisi yang dilakukan Kapten Yuch, Belanda kembali mengirimkan sebuah armada berkekuatan sembilan buah kapal perang, tiga buah kapal pengangkut peralatan, serta berpuluh-puluh kapal mayang dan perahu jung. Ekspedisi itu dipimpin oleh Kolonel Waleson dengan bantuan Mayor Nata, Mayor Van Oostade, dan Mayor A. W. Weitsel. Serangan hebat itu dihadapi dengan perlawanan gerilya sehingga tidak berhasil menangkap pemimpin perlawanan yang masih muda itu.
Sesudah itu, Belanda dan Radin Inten II mengadakan perjanjian damai. Belanda mengakui kedaulatan Radin Inten II di Negara Ratu. Sebaliknya, Radin Inten II mengakui pula kekuasaan Belanda di daerah-daerah yang sudah mereka duduki. Akan tetapi, perjanjian itu hanya dipakai Belanda untuk mengumpulkan kekuatan. Mereka membujuk beberapa penguasa daerah lain agar memusuhi Radin Inten II. Melihat kecurangan Belanda, Radin Inten II pun meningkatkan kekuatannya. Benteng-benteng dibangun di lereng Gunung Rajabasa dan patroli-patroli militer Belanda diserang secara tiba-tiba.
Pada bulan Agustus 1856, Belanda melancarkan serangan besar-besaran. Mereka berhasil menduduki benteng Bendulu yang sudah dikosongkan oleh pasukan Radin Inten II. Sesudah itu, berhasil pula direbut beberapa benteng lain, seperti benteng Ketimbang, benteng Galah Tanah, dan benteng Pematang Sentok.
Serangan demi serangan terus berusaha dilancarkan Belanda untuk
menghancurkan Lampung dan Radin Intan sebagai penguasa. Hingga pada tahun 1856
Belanda melakukan serangan besar-besaran dengan mengerahkan 9 kapal perang, 3
kapal pengangkut alat perang, dan puluhan kapal lainnya. Serangan Belanda kala
itu dipimpin oleh Kolonel Welson.
Pasukan Radin Intan II mencoba melawan serangan tersebut secara
gerilya, dan terbukti cukup efektif. Namun, Belanda tak kehabisan akal dan
mencoba taktik licik, yakni dengan membayar dan memperalat salah seorang
pasukan Radin Intan II, untuk mengatur kondisi dimana Belanda bisa menyergap
dan mengalahkan Radin Intan II. Rencana mereka pun berhasil, hingga terjadi pertempuran
antara Radin Intan II melawan beberapa pasukan Belanda. Meskipun telah berusaha
dengan sekuat tenaga untuk mengalahkan Belanda, namun akhirnya Radin Intan II
gugur di tangan Belanda karena kalah persenjataan dan kalah jumlah. Beliau
wafat pada 5 Oktober 1856 pada usia 22 tahun.
Sumber:
Pic:
http://profil.merdeka.com/
http://www.tokohindonesia.com/
No comments:
Post a Comment